pada dasarnya saya membuat blog ini karena ada hutang tugas kepada seorang guru T.I.K di sekolah saya. akan tetapi saya merasa setengah setengah bila hanya membuat blog, tapi didalamnya tidak ada tulisan tulisan sama sekali. oleh karena itu saya mencoba untuk menulis beberapa tulisan didalam blog ini. tulisan tulisan saya yg ada di blog ini bisa di gambarkan layaknya seekor burung camar yg mengeluarkan celotehnya yg kurang penting, sehingga burung camar yg lainya menganggap burung camar ini TOLOL! maka dari itu saya beri nama blog ini CELOTEH CAMAR TOLOL!
Senin, 14 September 2009 | 21:01 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Lukas Adi Prasetya
YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Pengasuh Ponpes Rudlotul Fatihah, Bantul, KH Muhammad Fuad Riyadi (38), gerah melihat semangat Islam disampaikan hanya secara sepotong-potong oleh para juru dakwah Islam. "Juru dakwah banyak yang bodoh. Saya tantang mereka memahami Islam," kata Kyai Fuad.
Ia melihat bahwa yang disampaikan juru dakwah di masjid, di televisi, dan di mana saja sudah melenceng dari semangat Islam, agama yang seharusnya memberi kesejukan, ketentraman, kedamaian bagi siapa saja, tak hanya umat Islam, tetapi semua orang non-muslim, termasuk mereka yang ateis sekalipun.
Dengan kata lain, jika apa yang dikatakan juru dakwah membuat umat nonmuslim waswas, merasa terancam, dan tak nyaman, maka itu sudah cukup memberikan gambaran bahwa dakwah yang dilontarkan juru dakwah sudah tak lagi Islami. Ini fenomena yang menurut dia sudah mulai muncul sejak tahun 1970-an, dan mulai kencang.
Ia banyak memberi kritik tentang kebiasaan dan perilaku umat Muslim. Misalnya memakai pengeras suara sekeras mungkin sehingga umat non-muslim dan muslim pun sama-sama terganggu, juga rangkaian acara puasa yang kemeriahannya berlebihan.
"Juru dakwah, dai-dai itu, maaf, baru memegang satu ayat, tapi ngomong-nya sejuta ayat. Tak heran, sekarang bermunculan radikalisme, seperti aksi sweeping, fundamentalisme, dan hal tak mengenakkan yang mengatasnamakan agama. Peraturan daerah pun digiring menjadi bernuansa Islam," paparnya.
Lihat saja, menurutnya, sekarang banyak yang secara eksplisit dan implisit menyuarakan perlunya Indonesia menjadi negara Islam. "Enggak hanya orang nonmuslim yang ketar-ketir dan cemas. Saya juga takut. Apa Islam di Indonesia seperti itu? Islam adalah agama yang menyuarakan kerinduan pada Allah, bukan agama yang bikin orang lain takut, apalagi menyemai benih permusuhan," katanya.
"Perlu dicatat, saya hapal 'Malam Kudus', lagu rohani umat Katolik saat Natal . Liriknya bagus. Lagunya bagus. Saya suka Natal , gereja. Saya suka semangat Natal , damai di bumi damai di hati. Saya berani katakan, lagu 'Malam Kudus' itu lagu Islami," ujar kyai muda ini.
Tentang Puasa, mestinya umat Islam merefleksikan hal itu seperti umat Hindu merayakan Nyepi. "Mestinya Puasa itu ya nuansanya seperti saat Nyepi. Kita merenung, berdiam, bukan malam ramai," katanya.
Pengotakan agama mesti dihapus. "Saya justru gembira jika saat zikir bersama, ada teman-teman nonmuslim yang ikut datang. Ikut nggabung. Sering mereka datang ke ponpes saya. Seorang Katolik yang pernah datang pas zikir bilang ke saya, kok dia merasa tenang dan nyaman. Tentu ia masih Katolik. Ketika dia pun merasa damai, tenang, itulah juga sejatinya esensi zikir," ucap dia.
Kyai ini merasa perlu minta maaf kepada semua umat nonmuslim yang pernah tersinggung dengan perlakuan umat Muslim dan perkataan/perbuatan para juru dakwah. "Saya mohon maaf karena mereka melakukan itu. Mohon dimaklumi," kata Kyai Fuad.
Kyai ini menggelar lukisan bertema "Aura Dsikir" di Bentara Budaya Yogyakarta . Acara berlangsung dari Sabtu (12/9) hingga Kamis (17/9). Proses pembuatan lukisan dilakukan dengan berzikir terlebih dulu.
CP from SID Fan Page
Tidak seperti biasanya langit di siang hari ini terlihat mendung, tampaknya sebentar lagi akan turun hujan, tanpa pikir panjang, kuputuskan untuk menepikan motorku di sebuah halte bis yang cukup teduh, sambil memanjakan tenggorokanku ini dengan sekaleng softdrink yang ku beli di pinggir jalan tadi.
Setelah itu aku duduk di bangku halte tersebut, di temani softdrink sambil melihat ramainya jalanan kota ini yg dipenuhi oleh kendaraan bermotor. Gerimis pun sudah mulai membasahi tanah yang berdebu itu, orang orang di sekitar ku akhirnya ikut menepi di halte, untuk sekedar menghindari gerimis.
Hujan pun turun semakin deras, orang orang yg berteduh pun semakin banyak, hingga halte tersebut terasa sesak, karena penuh dengan orang orang yang berteduh, tiba tiba kulihat seorang pengemis yang juga ingin berteduh di halte tersebut. Kulihat raut wajah orang orang yang sedang berteduh di halte itu tampaknya kurang senang dengan hadirnya pengemis tersebut.
Tiba tiba dari kejauhan kudengar ada bunyi sirine, kupikir itu hanya ambulance yang mau lewat saja, tapi semakin keras bunyi sirine tersebut, semakin gelisah pula pikiranku ini, entah apa yang akan terjadi.
Sesaat setelah itu, aku mendengar teriakan para pedagang asongan yang berada tak jauh dari tempatku berteduh, mereka bertiak “KANTIP KANTIP!!!! RAZIA RAZIA”. Ternyata kegelisahan ku ini terjawab, sirine tersebut datang bukan berasal dari suara mobil ambulance, melainkan dari mobil SAT.POL.PP yang sedang mengadakan razia untuk menertibkan pengemis, gelandangan, pengamen dan masih banyak lagi penyakit jalanan lainya.
Seketika ku terpikir akan pengemis yang sedang berteduh tadi, dalam hati ku bertanya “apakah pengemis tersebut juga kena razia?” perasaanku pun mulai gelisah lagi, karena memikirkan pengemis yg tadi. Ternyata dugaan benar, kulihat pengemis tersebut sudah tidak berada di tempat nya semula, lalu kutengok kiri dan kanan dengan maksud mencari pengemis yang tadi.
Tiba tiba kudengar teriakan dari sebelah kanan halte, rasa penasaran ku pun tiba tiba memuncak, kuberjalan kesebelah halte untuk melihat apa yang sedang terjadi. Kulihat ada pengemis yang tadi sedang berontak dari sekapan para SAT.POL.PP yang mencoba untuk menangkapnya. Tapi apa daya, mustahil ia mampu melawan tenaga dari anggota SAT.POL.PP itu, ia bertubuh kurus dan renta sementara anggota SAT.POL.PP tersebut bertubuh tegap dan gagah. Aku pun terkaget ketika kuilhat pengemis itu tersungkur di tanah, karena menerima dorongan dari anggota SAT.POL.PP tadi. Apalagi di tambah guyuran hujan yang membasahi pengemis itu, semakin memperparah kondisinya yang tersungkur di tanah.
Pengemis itu pun akhirnya menyerah tak berdaya dan akhirnya masuk kedalam mobil SAT.POL.PP tersebut. Ku melihat, mukanya semakin lesu, dan tampak pucat pasi. Ku tak sanggup untuk melihatnya lagi.
Dalam benak ku berfikir, entah apa yang membuat para anggota SAT.POL.PP tersebut tega memperlakukan pengemis tersebut layaknya seekor binatang yang lepas dari kandangnya. Apakah mereka tidak berfikir apabila mereka sendiri yang berada pada posisi pengemis tersebut? Apakah mereka mau diperlakukan layaknya binatang yang lepas dari kandangnya? pasti tidak akan mau.
Semua orang di dunia ini pun tidak ada yang mau nasibnya menjadi seperti pengemis itu. Jika bisa memilih, pengemis itu pun juga tidak akan mau menjadi dirinya yang sekarang. Jika ia bisa memilih, pasti ia akan lebih memilih kehidupan yang lebih normal seperti orang lainya. Pada intinya, semua ini bukan kemauanya untuk mejadi seorang pengemis, tapi memang keadaan yang memaksanya untuk jadi seperti itu.
KARYA : MAHAR MULYADI
XII IPS 2